Header Ads

Bisnis Maut di Balik Konten Ceceran Darah Pelajar


KDslot News - Aksi tawuran pelajar akhir-akhir ini membuat resah. Bukan sebatas mengganggu ketertiban umum, namun keributan yang mereka buat juga membuat media sosial tidak sehat, karena dipenuhi konten-konten kekerasan.
Kenyataannya, konten kekerasan berupa tawuran pelajar itu sengaja dibuat. Bahkan, masing-masing kelompok punya akun media sosial khusus untuk tujuan tawuran, menjaring lawan, sampai menentukan jadwal waktu dan lokasi tawuran.

Di Jalan Gununggoong, Desa Cipurut, Kecamatan Cireunghas, Kabupaten Sukabumi, Senin (5/2/2024) malam, terjadi tawuran sejumlah kelompok pelajar dan alumni. Tawuran ini kemudian direkam dan dijadikan konten media sosial.

Akibatnya, seorang pemuda berinisial R (20) mengalami luka sobek di bagian kepala dan punggung hingga nyaris tewas terkena sabetan senjata tajam.

Yang terlibat tawuran itu adalah siswa dan alumni dari tiga sekolah. Yaitu, sekolah negeri dan swasta asal Cireunghas dan satu sekolah swasta di Sukalarang.

Kapolsek Cireunghas Resor Sukabumi Kota Ipda Hendrayana, kepada KD Nusantara mengatakan kedua kelompok pelajar dan alumni itu janjian tawuran melalui grup WhatsApp dengan membawa massa berjumlah belasan orang.

Hendra mengatakan tawuran itu dilakukan tak hanya untuk adu kekuatan. Mereka juga mengambil video dari aksi tawuran yang dilakukan teman-temannya. Video itu pun diviralkan di media sosial.

Kejadian serupa juga terjadi di Cikembar, Kabupaten Sukabumi. Satu pelajar SMP wilayah Cikembar tewas akibat luka sabetan senjata tajam di bagian kepala. Ironisnya, aksi kekerasan tersebut direkam dan dijadikan konten di media sosial.

Mengejar Eksistensi
Tawuran pelajar pada mulanya sebatas ekspresi pencarian eksistensi oleh para remaja yang berstatus masih pelajar. Namun, semakin kemari, tawuran bukan semata kenakalan, namun mengarah pada kejahatan.

Kriminolog dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Yesmil Anwar berpandangan, maraknya aksi tawuran pelajar atau kenakalan remaja itu karena mereka 'haus' akan eksistensi hingga mengekspresikan diri dengan cara tak tepat.

"Tawuran (pelajar) juga pertentangannya rata-rata bukan karena motif orang dewasa seperti ekonomi, habitualis, atau memang cari makan dari sana (premanisme). Tapi kan dia (anak muda) suka bersentuhan juga dengan orang dewasa, jadi tertarik melakukan kejahatan," ujarnya, Rabu (8/6/2022).

Menurut Yesmil, kaum remaja senang dengan identitas yang menunjukkan bahwa mereka lebih kuat dalam sebuah kelompok. Dan motif tersebut bukanlah digolongkan sebuah kejahatan.

Namun, menurutnya, istilah kenakalan remaja yang awalnya disematkan pada tindakan tawuran, kini dapat beralih menjadi tindakan kejahatan dengan kenakalan remaja jika para anak muda tersebut membawa senjata tajam, menggunakan obat-obatan, atau hingga menjatuhkan korban. Kalangan remaja tersebut juga terkadang berkumpul bersama orang dewasa yang melakukan tindakan menyimpang.

Perkuat Eksistensi dengan Media Sosial
Skripsi yang ditulis Deny Prasetio Nugroho di UNJ, berjudul Eksistensi Generasi Milenial Manggarai, Studi Kasus: Tawuran Kelompok Zwembath (2022) menjelaskan bahwa media sosial memang dipakai sebagai perangkat untuk menguatkan eksistensi pelaku tawuran.

Penggunaan media sosial itu agar pelaku tawuran menjadi semakin terkenal dan disegani oleh orang-orang dari aerah lain.

"Hal tersebut dilakukan dengan membuat akun media sosial yang khusus mereka buat untuk mengunggah konten tawuran seperti foto saat membawa senjata tajam, merekam video saat melakukan tawuran dan juga melakukan live di akun Instagram saat melakukan aksi tawuran,"

"Mereka membuat akun Instagram agar nama kelompok mereka semakin dikenal dan juga mencari atensi dari generasi di wilayah lain supaya mendapatkan banyak likes dan followers," tulis skripsi itu.

Deny Prasetio Nugroho menjelaskan, tawuran dipicu oleh dua faktor: Internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor kepribadian, kontrol diri yang rendah, dan gengsi. Sementara faktor eksternal adalah faktor lingkungan, pengaruh keluarga, dan pengaruh media.

Media Sosial untuk Mendapatkan Uang
Fulus atau uang, atau cuan, kini menjadi tujuan dari tindakan tawuran pelajar. Bukan saja bab pencarian eksistensi, tawuran yang direkam, bahkan disiarkan secara langsung sebagai konten di media sosial, dilakukan dengan tujuan mendapatkan uang.

Dikutip dari detikNews, polisi mengungkap kasus tawuran pelajar di Jl Pangeran Jayakarta, Sawah Besar, Jakarta Pusat, sambil pelaku tawuran itu bersiaran langsung di Instagram, demi keuntungan.

"Tawuran ini dibuat live. Jadi fenomena tawuran ini untuk mencari keuntungan oleh masing-masing kelompok. Jadi tawuran ini seperti untuk mencari pendapatan," ujar Wakapolres Metro Jakarta Pusat AKBP Setyo Koes Heriyanto saat konferensi pers di Mapolres Jakarta Pusat, Senin (25/10/2021).

Peristiwa tawuran itu sendiri terjadi di Jl Pangerang Jayakarta, Mangga Dua, Sawah Besar, Jakpus, pada Minggu (24/10) dini hari. Setyo menuturkan aksi tawuran pelajar itu disiarkan secara langsung via Instagram @enjoy_selow420 pada pukul 03.30 WIB.

Data lain menunjukkan bahwa dari aktivitas live IG itu, pelaku tawuran bisa meraup uang hingga jutaan rupiah. Menurut Kapolsek Sawah Besar Maulana Mukarom, jumlah viewers jadi penentu raupan rupiah yang mereka terima. Masing-masing kelompok, kata dia, melakukan siaran live di akun media sosial mereka.

"Yang pasti dari kedua kelompok itu punya akun masing-masing yang sama-sama live. Kalau keuntungan, masing-masing akun tergantung viewers. Akun yang kami amankan itu untuk followers-nya hampir seribu,"

"Kejadian sudah kali ketiga. Mereka pernah dapat Rp 4 juta dari platform media sosial," ujarnya.

Mengapa Tak Kunjung Usai?
Tawuran pelajar terjadi secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Tawuran antar pelajar di satu sekolah dengan pelajar sekolah lainnya diturunkan oleh senior, bahkan yang telah menjadi alumni, kepada yunior mereka.

Monica Margaret dan Awaluddin Marifatullah dalam Jurnal IKRAITH-Humaniora, Vol 7 No 1 Maret 2023 menjelaskan kondisi itu diperkuat dengan peran media sosial untuk pewarisan tawuran itu.

"Aksi kenakalan tawuran pelajar merupakan tindakan kriminal yang dapat tersebar luas di media sosial dan menjadikan konsumsi media sosial tersebut ke arah yang negatif dikarenakan terdapat konten kekerasan, konten provokasi, caci maki dan bahkan pembunuhan di dalamnya, sehingga tontonan tersebut menurunkan tradisi turun menurun kepada generasi muda yang masih belum bisa memfilter isi dari konten tersebut," tulis jurnal itu, mengutip Kinseng A & Kholil, 2020.

Namun, semua pengaruh itu sejatinya bisa dielakkan para pelajar jika para pelajar itu punya kesibukan yang bisa mengisi waktu-waktu kosong mereka di luar sekolah.

Jurnal itu mengutip Travis Hirschi, salah satu pengembang Teori Kontrol Sosial yang menyebutkan filosofi lama yang berbunyi: Tangan yang menganggur adalah bengkel iblis.

"Di mana jika orang menghabiskan waktu mereka terlibat dalam beberapa bentuk kegiatan pro-sosial, maka mereka tidak, menurut definisi, pengeluaran waktu mereka terlibat dalam aktivitas anti-sosial,"

"Pelaku tawuran dapat terjerumus melakukan tawuran berkali kali karena ada kekosongan pada kegiatan sehari-hari yang kurang jelas. Seperti mempunyai hobi akan tetapi tidak sepenuhnya dijalani dan pasif terhadap kegiatan yang sifatnya terstruktur," tulis jurnal itu.

kdslot luar biasa, kdslot paling mantab, kdslot online, kdslot terpercaya, kdslots



 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.